Mulai 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia akan resmi menerapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk berbagai transaksi, termasuk yang menggunakan uang elektronik. Kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap.
PPN baru ini tidak dikenakan pada nilai transaksi uang elektronik itu sendiri, seperti saldo yang ada di dompet digital, melainkan pada biaya layanan atau fee yang dikenakan oleh penyedia layanan teknologi finansial. Misalnya, jika Anda melakukan pembayaran sebesar Rp100.000 menggunakan dompet digital dan ada biaya layanan sebesar Rp5.000, maka PPN 12% akan dihitung dari biaya layanan tersebut, sehingga Anda harus membayar tambahan Rp600 sebagai PPN.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 menjelaskan bahwa PPN ini berlaku untuk berbagai jenis layanan fintech, termasuk registrasi pemegang uang elektronik, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai. Namun, hal yang dikecualikan dari PPN adalah nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk bonus poin, reward point, dan transaksi transfer dana tanpa biaya tambahan.
Menanggapi kenaikan ini, ada berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa pengguna media sosial mengungkapkan kekhawatiran bahwa kenaikan ini akan membuat transaksi lebih mahal dan mempengaruhi daya beli, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih pulih. Sementara itu, pihak pemerintah menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini perlu untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta untuk memastikan bahwa negara dapat terus mendanai berbagai program pembangunan dan stimulus ekonomi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik bukanlah hal baru dan sudah diatur sejak UU PPN Nomor 8 Tahun 1983. Namun, dengan kenaikan tarif ini, diharapkan pemerintah bisa mendapatkan penerimaan yang lebih besar dari sektor keuangan digital yang semakin tumbuh pesat.
Meski demikian, ada juga pandangan bahwa kenaikan ini bisa mendorong lebih banyak orang untuk kembali menggunakan transaksi tunai untuk menghindari tambahan biaya ini, meskipun tren digitalisasi pembayaran sudah cukup mapan di Indonesia.
Dengan kenaikan PPN menjadi 12% ini, pemerintah juga menegaskan bahwa sektor-sektor tertentu, seperti barang kebutuhan pokok, tidak akan dikenai tarif ini untuk membantu meringankan beban masyarakat.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai penerapan PPN 12% pada transaksi uang elektronik, masyarakat dapat mengunjungi situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau menghubungi layanan informasi publik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan.
Label: Lainnya
🗓️20 Desember 2024